Khalid Bin Walid Sang Sayfullah (Pedang Allah) Panglima Perang Paling Brilian di Masa Rasulullah SAW
apologiku.com - Khalid Bin Al-Mughirah Al-Makhzumi atau yang lebih dikenal sebagai Khalid Bin Walid adalah seorang ahli strategi perang yang lahir pada tahun 585 M. Ia lahir dan dibesarkan dari kalangan keluarga terhormat Quraisy. Khalid Bin Walid juga merupakan seorang panglima perang yang paling disegani di Masa Rasulullah SAW. Yang dengan kepiawaiannya dalam ilmu strategi perang, hingga tak satu kalipun pasukan muslim kalah dalam perang yang dipimpinnya.
Pria yang dinobatkan sebagai salah satu dari 10 sahabat nabi yang di jamin masuk surga ini telah melalui peperangan demi peperangan yang dipimpinnya dan selalu berbuah kemenangan. Tak kurang dari 100 pertempuran yang dipimpin di bawah komando Khalid bin Walid tidak ada pasukan kaum muslimin yang pernah menderita kekalahan.
Kekalahan yang di derita oleh kaum muslimin ketika perang Uhud pun tak lepas dari andil Khalid Bin Walid yang ketika itu merupakan pilar kaum kafir quraisy dalam setiap peperangannya dengan kaum muslimin. Berkat kecerdikannya melihat kelengahan kaum muslimin, ia berhasil memukul mundur pasukan Islam dan mengakibatkan tewasnya salah seorang paman Nabi yang selalu melindunginya, Hamzah.
Melihat kepiawaian Khalid tersebut, Rasulullah sangat mengidamkan Khalid berada pada barisan kaum muslimin dengan harapan jika Khalid berada pada barisan kaum muslimin maka agama Islam akan semakin menguat.
Ketika pintu hidayah Allah bukakan kepada sang panglima perang tersebut, Rasulullah SAW sangat bersyukur, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Tak tanggung-tanggung, karena melihat potensi besar dalam diri Khalid bin Walid, Nabi Saw langsung menyambut keislaman Khalid dengan memberikan penghargaan khusus sebuah penyematan gelar kehormatan "Khalid Saifullah" (Khalid Pedang Allah). Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar bin Shiddiq, Khalid bin Walid diperintahkan untuk berangkat memimpin pasukan dalam memerangi Musailamah al-Kadzzab yang merupakan seorang nabi palsu yang mengklaim mendapatkan wahyu kenabian serta memiliki pengikut yang sangat banyak.
Khalid bin Walid juga berhasil memimpin pasukan menginvasi perluasan wilayah kekuasaan Islam hingga wilayah Baghdad dan Syam serta memenangkan banyak pertempuran di medan laga menaklukkan wilayah kekuasaan Romawi Timur, Persia dan kerajaan Assanid Arabia.
Atas segala prestasinya itulah, semua kaum muslimin membanggakan dan mengelukan-elukan Khalid bin Walid sebagai seorang penakluk yang brilian dan tangguh di masanya. Setiap kali kedatangan Khalid dan pasukannya, penduduk Madinah menyambut dan mengelukan nama Khalid bin Walid.
Reputasi Khalid bin Walid yang sebegitu cemerlang dan bersinar, membuat kemunculan desas-desus isu fitnah bahwa Khalid bin Walid telah melakukan korupsi atau penyelewengan pembagian harta ghanimah perang. Hal itu tidak mengenakkan bagi Umar bin Khattab. Meski hal itu tidak pernah terbukti dan telah dibantah oleh Khalid sendiri.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang memimpin menggantikan khalifah Abu Bakar yang wafat dalam masa jabatan dua tahun, maka sayyidina Umar bin Khattab segera mencopot jabatan tertinggi Khalid bin Walid sebagai panglima besar Islam. Umar Bin Khattab memberhentikan tugas Khalid dari medan perang dan memberikan tugas untuk menjadi duta besar.
Langkah yang dilakukan oleh Umar bukan tanpa alasan yakni agar Khalid tidak terlalu didewakan oleh kaum Muslimin pada masa itu. Selain itu ada alasan lain yakni, demi menjaga fitnah jabatan serta keikhlasan niat Khalid bin Walid berjuang membela agama Allah. Sehingga jabatan panglima digantikan oleh anak buahnya Abu Ubaidillah al-Jarrah.
Lantas apakah Khalid bin Walid bersedia mundur dari jabatan prestise-nya di saat ia berada di karier puncaknya ?
Dengan kelapangan jiwanya, Khalid bin Walid menerima keputusan itu. Meski demikian, Khalid tak lagi menjadi panglima perang, namun ia tetap ikut dalam pertempuran, meski sebagai prajurit biasa, tanpa pangkat dan tongkat komando lagi.
Dengan sifat penuh ketawdhuan dan berharap kepemimpinannya diridhai Allah, Khalid meletakkan jabatannya tanpa protes atau membelot.
Khalid bin Walid menyadari bahwa permintaan khalifah Umar bin Khattab agar dia mundur dari jabatannya semata ingin menyelamatkannya dari fitnah jabatan yang bisa menggelincirkan dirinya ke lembah kehinaan.
Terbukti nama Khalid bin Walid tetap mulia, harum bersinar hingga hari ini. Inilah sifat seorang pemimpin ksatria yang harusnya diteladani.
Bayangkan, bagaimana prestasi seorang Khalid bin Walid yang telah membuka invasi perluasan Islam menyatukan Jazirah Arab dalam satu kepempinan serta mampu menaklukkan kekuatan terbesar Byzantium Romawi serta banyak kerajaan besar hingga ke Syam dan Mesopotamia (Baghdad) saja berkenan dan bersedia mundur tanpa ada kesalahan yang pernah ia perbuat, bahkan di tengah puncak kariernya yang gemilang.
Khalid bin Walid yang begitu sangat merindukan menggapai syahid di medan laga pertempuran. Namun nyatanya Allah menghendaki ia syahid wafat terbaring di atas kasurnya di Homs Syiria pada tahun di 642 M. Di atas makamnya dibangunlah sebuah masjid bernama Masjid Khalid bin Khalid.
Kisah Khalid bin Walid yang begitu ganas di medan pertempuran dan lihai dalam mengatur strategi perang merupakan kisah yang tak akan pernah terlupakan oleh kaum muslimin.
Selain kisah kehebatan Khalid dalam peperangan, tak luput pula dari ingatan kita semua tentang kisah saat bagaimana ia dengan ketawadhuannya menerima kenyataan yang harus di laluinya ketika Khalifah Umar Bin Khattab menurunkan jabatannya. Meski awalnya ia merasa kecewa, namun kemudian ia mengerti akan maksud Umar kala itu sehingga Khalid pun mengambil pelajaran berharga dari apa yang terjadi padanya.
Semoga kiisah Khalid Bin Walid tersebut dapat menjadi pembelajaran sekaligus teladan bagi kita semua dan juga para pemimpin suatu kaum ataupun pemimpin masyarakat agar menyadari potensi besar di dalam dirinya, namun juga menyadari bahwa kepemimpinan dan kekuasaan bukanlah hal selamanya yang harus dipertahankan sekuat tenaga.
Sumber Rujukan :
Kepiawaian Khalid Bin Walid dalam mengatur strategi perang sudah dikenal semenjak masa Jahiliyyah. Kerika masih berada dalam barisan kaum musyrikin, Khalid begitu disanjung karena kepandaiannya itu. Tak ada yang menafikkan kemampuan Khalid dalam masalah strategi perang, baik kawan maupun lawan semua mengakui kecerdikan Khalid sebagai panglima pengatur serangan.
Pria yang dinobatkan sebagai salah satu dari 10 sahabat nabi yang di jamin masuk surga ini telah melalui peperangan demi peperangan yang dipimpinnya dan selalu berbuah kemenangan. Tak kurang dari 100 pertempuran yang dipimpin di bawah komando Khalid bin Walid tidak ada pasukan kaum muslimin yang pernah menderita kekalahan.
Kekalahan yang di derita oleh kaum muslimin ketika perang Uhud pun tak lepas dari andil Khalid Bin Walid yang ketika itu merupakan pilar kaum kafir quraisy dalam setiap peperangannya dengan kaum muslimin. Berkat kecerdikannya melihat kelengahan kaum muslimin, ia berhasil memukul mundur pasukan Islam dan mengakibatkan tewasnya salah seorang paman Nabi yang selalu melindunginya, Hamzah.
Melihat kepiawaian Khalid tersebut, Rasulullah sangat mengidamkan Khalid berada pada barisan kaum muslimin dengan harapan jika Khalid berada pada barisan kaum muslimin maka agama Islam akan semakin menguat.
Ketika pintu hidayah Allah bukakan kepada sang panglima perang tersebut, Rasulullah SAW sangat bersyukur, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Tak tanggung-tanggung, karena melihat potensi besar dalam diri Khalid bin Walid, Nabi Saw langsung menyambut keislaman Khalid dengan memberikan penghargaan khusus sebuah penyematan gelar kehormatan "Khalid Saifullah" (Khalid Pedang Allah). Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar bin Shiddiq, Khalid bin Walid diperintahkan untuk berangkat memimpin pasukan dalam memerangi Musailamah al-Kadzzab yang merupakan seorang nabi palsu yang mengklaim mendapatkan wahyu kenabian serta memiliki pengikut yang sangat banyak.
Khalid bin Walid juga berhasil memimpin pasukan menginvasi perluasan wilayah kekuasaan Islam hingga wilayah Baghdad dan Syam serta memenangkan banyak pertempuran di medan laga menaklukkan wilayah kekuasaan Romawi Timur, Persia dan kerajaan Assanid Arabia.
Atas segala prestasinya itulah, semua kaum muslimin membanggakan dan mengelukan-elukan Khalid bin Walid sebagai seorang penakluk yang brilian dan tangguh di masanya. Setiap kali kedatangan Khalid dan pasukannya, penduduk Madinah menyambut dan mengelukan nama Khalid bin Walid.
Reputasi Khalid bin Walid yang sebegitu cemerlang dan bersinar, membuat kemunculan desas-desus isu fitnah bahwa Khalid bin Walid telah melakukan korupsi atau penyelewengan pembagian harta ghanimah perang. Hal itu tidak mengenakkan bagi Umar bin Khattab. Meski hal itu tidak pernah terbukti dan telah dibantah oleh Khalid sendiri.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang memimpin menggantikan khalifah Abu Bakar yang wafat dalam masa jabatan dua tahun, maka sayyidina Umar bin Khattab segera mencopot jabatan tertinggi Khalid bin Walid sebagai panglima besar Islam. Umar Bin Khattab memberhentikan tugas Khalid dari medan perang dan memberikan tugas untuk menjadi duta besar.
Langkah yang dilakukan oleh Umar bukan tanpa alasan yakni agar Khalid tidak terlalu didewakan oleh kaum Muslimin pada masa itu. Selain itu ada alasan lain yakni, demi menjaga fitnah jabatan serta keikhlasan niat Khalid bin Walid berjuang membela agama Allah. Sehingga jabatan panglima digantikan oleh anak buahnya Abu Ubaidillah al-Jarrah.
Lantas apakah Khalid bin Walid bersedia mundur dari jabatan prestise-nya di saat ia berada di karier puncaknya ?
Dengan kelapangan jiwanya, Khalid bin Walid menerima keputusan itu. Meski demikian, Khalid tak lagi menjadi panglima perang, namun ia tetap ikut dalam pertempuran, meski sebagai prajurit biasa, tanpa pangkat dan tongkat komando lagi.
Dengan sifat penuh ketawdhuan dan berharap kepemimpinannya diridhai Allah, Khalid meletakkan jabatannya tanpa protes atau membelot.
Khalid bin Walid menyadari bahwa permintaan khalifah Umar bin Khattab agar dia mundur dari jabatannya semata ingin menyelamatkannya dari fitnah jabatan yang bisa menggelincirkan dirinya ke lembah kehinaan.
Terbukti nama Khalid bin Walid tetap mulia, harum bersinar hingga hari ini. Inilah sifat seorang pemimpin ksatria yang harusnya diteladani.
Bayangkan, bagaimana prestasi seorang Khalid bin Walid yang telah membuka invasi perluasan Islam menyatukan Jazirah Arab dalam satu kepempinan serta mampu menaklukkan kekuatan terbesar Byzantium Romawi serta banyak kerajaan besar hingga ke Syam dan Mesopotamia (Baghdad) saja berkenan dan bersedia mundur tanpa ada kesalahan yang pernah ia perbuat, bahkan di tengah puncak kariernya yang gemilang.
Khalid bin Walid yang begitu sangat merindukan menggapai syahid di medan laga pertempuran. Namun nyatanya Allah menghendaki ia syahid wafat terbaring di atas kasurnya di Homs Syiria pada tahun di 642 M. Di atas makamnya dibangunlah sebuah masjid bernama Masjid Khalid bin Khalid.
Kisah Khalid bin Walid yang begitu ganas di medan pertempuran dan lihai dalam mengatur strategi perang merupakan kisah yang tak akan pernah terlupakan oleh kaum muslimin.
Selain kisah kehebatan Khalid dalam peperangan, tak luput pula dari ingatan kita semua tentang kisah saat bagaimana ia dengan ketawadhuannya menerima kenyataan yang harus di laluinya ketika Khalifah Umar Bin Khattab menurunkan jabatannya. Meski awalnya ia merasa kecewa, namun kemudian ia mengerti akan maksud Umar kala itu sehingga Khalid pun mengambil pelajaran berharga dari apa yang terjadi padanya.
Semoga kiisah Khalid Bin Walid tersebut dapat menjadi pembelajaran sekaligus teladan bagi kita semua dan juga para pemimpin suatu kaum ataupun pemimpin masyarakat agar menyadari potensi besar di dalam dirinya, namun juga menyadari bahwa kepemimpinan dan kekuasaan bukanlah hal selamanya yang harus dipertahankan sekuat tenaga.
Sumber Rujukan :
- Status FB Bapak al-Ustadz Dr. Miftah el-Banjary
- Film Oemar Bin Khattab
- id.wikipedia.org
Demikianlah kisah Khalid Bin Walid Sang Pedang Allah. semoga bisa menjadi pembelajaran untuk kita semua.
Post a Comment for "Khalid Bin Walid Sang Sayfullah (Pedang Allah) Panglima Perang Paling Brilian di Masa Rasulullah SAW"